Langsung ke konten utama

Dengan Mata Kepalaku Aku Merekam Semua Langkahmu Melayaniku


Aku merekamnya, Dek. Merekam dengan mataku bagaimana kamu menjadi istri di hari pertama pernikahan kita. Aku menyaksikan punggungmu dari bingkai pintu, saat kamu sedang asyik membuatkan nasi goreng di dapur untukku. Kamu menoleh, aku sembunyi. 

Kamu mengerutkan dahi, kayak ada yang ngintip? Begitulah mungkin kamu berfikir. Memang, batinku... hehe. Aku menutupi tawa renyah dengan gumpalan tangan.

Aku merekamnya, Dek. Merekam dengan retinaku bagaimana kamu mengusap peluh di pelipismu. Kamu sepertinya capek sekali. Pagi-pagi sudah membereskan rumah, menyiapkan sarapan, dan juga merapikan baju-baju. Maafkan jika hari itu aku pura-pura tidur, tak membantumu. Aku hanya ingin merekam semua kebaikanmu. Agar saat aku marah dan kesal padamu, rekaman itu dapat diputar kembali.

Kamu, yang dengan rela meninggalkan orangtuamu demi menemani dan melayani aku. Meninggalkan kemanjaan bersama papahmu. Meninggalkan kehangatan bersama mamahmu. Itu semua demi aku? Lelaki yang baru dikenalmu ini? Oh sungguh, Dek. Aku akan memurkai diriku sendiri jika seandainya aku menyakiti dirimu. Tidak. Aku tak akan menyakitimu. Aku akan berusaha untuk itu, Dek. 

Kamu, seorang perempuan yang dengan ikhlas melepaskan harapan, cita-cita, dan impianmu hanya untuk mewakafkan sisa hidupmu untuk lelaki seperti diriku. Melayaniku di sepenuh hari. Menenemaniku di sepanjang umur. Oh, Dek. Bagaimana mungkin mata ini melototimu sedang aku melihat semuanya. Melihat pengorbananmu untukku. Tidak. Aku mungkin akan marah di sesekali waktu, namun sekeras-kerasnya marahku adalah setukil senyuman. Tidak akan kubiarkan tangan, lisan, atau bahkan hatiku menyakiti dirimu, Dek. Insya Allah.

"Abang, sarapan dulu," titahmu di mulut pintu. Aku masih membungkus tubuhku dengan selimut. Tak berani menoleh. Aku takut kamu tahu kalau mataku sedikit basah. Maaf, aku memang selalu cengeng untukmu, Dek. Makasih, barangkali itulah pesan yang ingin disampaikan derai ini.

"Abang masih tidur? Capek ya?" katamu lagi. Kini kamu sudah duduk di tebing kasur. Mengusap bahuku. "Ya udah, Adek panasin aja ya nasgornya."

"O gak dek," ujarku sambil menyingkap selimut, "Udah bangun kok."
.
Kamu menatapku. Menyipitkan mata, lalu menyentuhkan ujung jempol di sudut mataku, "Abang kayak orang nangis?" Tanyamu.

"Siapa yang nangis, Dek," kilahku, "Kalau bangun biasa berair seperti ini Abang mah."

Aku nyengir.

Kamu ikutan nyengir. "Kebiasaan yang aneh," katamu menggeleng.

Maafkan aku, Dek. Ini kebohongan pertamaku kepadamu.

"Ini nasgor spesial buat Abang," katamu di meja makan, "Cobain deh."

Kamu tahu, Dek. Andai ini keasinan, maafkan sebab aku akan berbohong lagi, mengatakan bahwa ini makanan terlezat di muka bumi. Aku mengacungkan dua jempol, "Enak," pujiku dengan makanan yang masih tertahan di mulut. Aku tak perlu berbohong, ini memang enak.

Sebenarnya, ada kebohongan lagi. Ini hari Senin, dan aku selalu melaksanakan puasa Sunnah di hari ini. Aku sudah sahur jam dua tadi saat kamu terlelap. Tapi baiklah, tak apa tak puasa sehari. Demi menghormati kamu. Demi mencicipi makanan kamu. "Adek tak ikut makan?" Tanyaku sambil melahap, menghabiskan hampir setengah piring.

"Ini kan hari Senin, Bang. Maaf, ya. Adek lagi puasa."

Aku tersedak. Mataku membulat.

"Kenapa, Bang?"

"Abang sebenarnya sedang puasa juga, Dek. Curang."

"Kenapa gak bilang dari tadi," tanyamu sambil menahan tawa.

"Ya Adek gak nanya."

Tak disangka, kamu meraih gelas. Menenggak air. Menatap dengan sedikit senyum saat mulutmu tepat di ujung gelas.

"Katanya puasa," heranku.

"Dibatalin aja, ngehormatin Abang."

Aku tersenyum, Islam adalah ajaran sederhana. Puasa di luar ramadhan adalah Sunnah, sedang menyenangkan pasangan adalah wajib. Kita harus bersyukur dengan ajaran mulia ini, Dek.

"Abang?"

"Iya, Dek?"

"Suapiiiiiiin...."

Ah, selain Iman dan Islam, kamu adalah nikmat terindahku, Dek. Kamu adalah surgaku. Selamanya.

Artikel Terkait


PENTING!!

Semua tulisan merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili pihak mana pun. Jika berasal dari sumber lain, maka akan tertulis jelas pada setiap tulisan.

Semua tulisan bisa diambil, copy, dishare, atau digandakan. Tapi ingat, hargai karya orang dengan mencantumkan sumber aslinya.

© Zain Usman Design by Seo v6