Langsung ke konten utama

Meriahnya Pernikahan Sepupu Istri, Hilia dan Ari di Parung Depok Jawa Barat

Week end kali ini salah satunya kami isi dengan menghadiri undangan spesial dari Hilia dan Ari, sepasang kekasih yang akhirnya memutuskan untuk membina rumah tangga berdua. Hilia adalah saudara sepupuh dari istri saya. Dia merupakan anak bontot alias anak terakhir dari kakak perempuan pertama dari ibu mertua saya. Usianya masih tergolong muda, 20 tahun. Artinya, bahkan lebih muda 2 tahun dibanding istri saya yang saat ini menginjak umur 22 tahun. 

Sementara Ari, adalah anak Jogja tepatnya dari Gunung Kidul. Usianya mungkin 3 sampai 5 tahun di atas Hilia. Ia merantau dan berkarir di Jakarta. Tapi sebagian keluarga besarnya tinggal di Perigi Depok. Semenjak memutuskan akan menikah dengan Hilia, Ari lebih sering tinggal dengan Hilia di rumah kedua orang tua Hilia. Istilah Betawinya, ngendong. Di rumah itu tentu ada kedua orang tua dan saudara Hilia. 

Pasangan yang masih tergolong muda ini melangsungkan pernikahan pada Hari Minggu tanggal 24 Juli 2016 yang lalu. Bertempat di rumah Hilia sebagai mempelai wanita. Seperti halnya pernikahan saya dengan istri, hari Sabtu biasanya ada acara khusus untuk mengundang kerabat dan kolega kedua orang tua mempelai wanita. Inilah yang dinamakan pestanya mertua, karena di acara ini bukan hanya doa-doa dan makan makan. Yang lebih penting dari itu adalah acara "Balikin". 

Kedua orang tua Hilia akan mendapatkan uangnya kembali, karena dulu-dulu juga mereka membawa sejumlah uang jika ada acara nikahan atau sunatan anggota keluarga dari kolega dan sahabatnya. Ya tak ubahnya arisan lah. Jika dulu pernah membawa uang 100 ribu ke acara orang, maka orang tersebut nantinya akan membawakan uang 100 ribu pula jika kita mengadakan suatu kegiatan. Begitulah tradisi gotong royong yang sudah lama dipraktekkan orang Betawi untuk meringankan beban yang punya hajat. 

Nah, hari Minggunya berlangsung dua acara sekaligus, yakni akad nikah dan resepsi. Akad biasanya berlangsung di pagi hari sekitar jam 8 atau 9 pagi. Akad umumnya berlangsung terbatas karena yang hadir barulah keluarga dekat kedua mempelai. Nah saya dan istri pun tak mau ketinggalan acara akad ini, setidaknya karena kami juga masuk keluarga besar dari Hilia. 

Satu jam kemudian, sekitar jam 10 pagi dilanjutkan dengan acara resepsi atau pesta pernikahan sampai jam 1 malam. Saya dan istri berangkat jam 8 pagi dan meninggalkan acara sekitar jam 11 malam. Acara resepsi ini tergolong lama karenanya tentu butuh tenaga dan fisik yang prima untuk bisa berdiri dan bersalaman satu-satu dengan para tamu undangan. 

Gaun yang mereka gunakan tergolong meriah dan istimewa. Mereka mengganti gaun pengantin sebanyak 4 kali. Satu kali saat akad, dan 3 kali untuk resepsi. Tentu dengan warna dan konsep yang berbeda agar tidak terkesan monoton dan membosankan. 

Saya dan istri tentu tak mau ketinggalan untuk menikmati meriahnya pesta pernikahan Hilia dan Ari. Meskipun dilaksanakan di rumah dengan suasana kampungnya, pesta mereka tergolong meriah. Panggung besar berdiri gagah di depan rumah dengan dominasi warna merah dan putih. Tak ubahnya di sebuah gedung karena konsepnya memang panggungnya didesain mirip gedung. Segala kemungkinan seperti hujan dan badai sudah diantisipasi. Praktis, meski pestanya berlangsung diiringi angin kencang dan hujan deras sepanjang hari, pelaksanaannya tetap berlangsung meriah dan khidmad. 

Selama berlangsungnya acara saya dan istri setidaknya sudah foto bersama penganten 2 kali. Ini belum termasuk foto sendiri pakai HP. Nah, berikut silakan liha beberapa foto yang berhasil saya jepret di pernikahan Hilia dan Ari berikut ini. 







Artikel Terkait


PENTING!!

Semua tulisan merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili pihak mana pun. Jika berasal dari sumber lain, maka akan tertulis jelas pada setiap tulisan.

Semua tulisan bisa diambil, copy, dishare, atau digandakan. Tapi ingat, hargai karya orang dengan mencantumkan sumber aslinya.

© Zain Usman Design by Seo v6